Chapter 1: Reinkarnasi
Translated & Proofreaded by: AiTL
“Di mana?”
Saat gadis itu bangun, dia mendapati dirinya berada di ruangan yang asing.
Dinding putih, jendela dengan tirai berwarna pink pucat, sebuah meja dan lemari yang terlihat antik, boneka binatang jahitan tangan...
Ruangan yang ditujukan untuk gadis kecil. Yang terbangun di sana adalah Kurihara Misato, seorang gadis berusia delapan belas tahun—tidak, salah. Dia adalah Adele von Ascham, yang berusia sepuluh tahun.
Tunggu.. hah? Aku... Kurihara Misato, 10 tahun, putri sulung keluarga Ascham... ehh? Hah? Gak, gak, itu salah. Kenapa sih? Ke... kepalaku sakit...
Gadis itu sepertinya pingsan karena saat dia membuka matanya lagi, sakit kepalanya sudah hilang, dan dia mengingat segalanya.
“Ah... ternyata begitu,”
Dia sudah mati, sepuluh tahun yang lalu.
***
Kurihara Misato terlahir di keluarga yang biasa-biasa saja. Orang tuanya merupakan orang jujur, baik hati, dan dia adalah putri sulung dari dua bersaudara. Adiknya, yang berusia dua tahun lebih muda, tidaklah sempurna, tapi dia adalah seorang gadis ceria yang periang. Misato memiliki kepribadian yang berbeda, seorang gadis dengan talenta yang berada diatas anak-anak seumurnya.
Dari saat dia lahir, kelebihannya itu sudah terlihat.
Dia menguasai bahasa lebih awal, dan sejak dia bisa berdiri, dia langsung bisa berjalan, jauh lebih cepat dari anak lain.
Pelajaran, Olahraga, Seni, Shogi.
Di TK maupun di Sekolah Dasar, dia berkali-kali menunjukkan tanda-tanda kecerdasan luar biasanya, tahun demi tahun, semuanya memiliki harapan yang tinggi pada Misato. Harapan yang terlalu tinggi.
Kakek-nenek dan kerabat lainnya membanggakan Misato. “Gadis ini jenius,” mereka bilang. “Suatu hari nanti dia akan menjadi orang terkenal!”
Satu sisi keluarga Misato dulunya pernah terkenal di Jepang, dan sisi lainnya merupakan keturunan bangsawan. Walaupun, sekarang keduanya sudah menjadi warga biasa, dan hanya kebanggaannya saja yang tersisa. Tak lama kemudian, perselisihan terjadi di antara kedua sisi, keduanya menyebut Misato sebagai pewaris mereka dan mengklaim kecerdasannya sebagai bagian mereka. Saat kakek-neneknya bersaing untuk mendapatkan Misato, mereka mengadu domba Misato dengan sepupu-sepupunya—dan bahkan dengan adiknya sendiri—tanpa memikirkan betapa sulitnya hal itu bagi Misato.
Perselisihan menyebar di dalam keluarganya, dan penyelamat Misato satu-satunya adalah orang tuanya, yang tidak peduli dengan hal-hal seperti itu, membesarkan putri mereka senormal yang mereka bisa. Adiknya iri dengan besarnya perhatian yang diberikan kepada Misato tapi tetap tumbuh menjadi anak yang baik dan bahagia.
Sementara Misato mendapatkan tempat aman di rumah, dapat ditebak, dia menonjol di sekolahnya. Dia tidak pernah dibully, tapi juga tidak punya orang yang bisa dipanggil teman dekat. Semuanya memperlakukan Misato seolah dia istimewa.
Ketidakbahagiaan ini merupakan area dimana Misato bukanlah seorang “jenius”.
Jika itu berhubungan dengan kesendirian, bakat Misato sama sekali tidak membantu. Mungkin, jika dia memang seorang jenius—yang pemikiran dan inovasinya lebih berharga dari kawan atau dukungan— mungkin hidupnya akan sedikit lebih mudah. Sayangnya Misato bukanlah orang seperti itu.
Dalam banyak hal, Misato merupakan seorang yang biasa-biasa saja. Dia adalah gadis yang cerdas dan berlogika tinggi. Karena dia suka membaca, dia tahu banyak hal. Tapi selain itu, dia hanya seorang gadis biasa ber-IQ tinggi dan nilai sempurna.
Hidup dengan harapan tinggi dari orang lain—selalu dianggap orang yang luar biasa—bagi Misato, hal itu sangatlah menyakitkan. Apa yang dia inginkan hanyalah bisa bergosip setelah sekolah dan jatuh cinta, seperti teman sekelasnya.
Dia dikelilingi oleh banyak orang, tapi, di saat yang sama, dia sendirian.
***
Hal ini terus berlanjut bahkan sampai SMA. Misato, yang tidak punya kawan untuk diajak bermain, tidak punya banyak kerjaan selain main game, baca buku, dan belajar. Mungkin karena itulah, Misato berhasil lolos tes universitas paling bergengsi di Jepang, seperti yang semua orang harapkan.
Dan tibalah hari kelulusan. Setelah memberikan pidato kelulusan yang sempurna, Misato meninggalkan sekolahnya. Di universitas nanti, aku seharusnya dapat hidup lebih bebas, pikirnya. Akhirnya, aku akan berkumpul dengan orang-orang yang berpikir seperti diriku. Tapi, sesaat setelah dia membayangkan itu...
Sebagian besar orang yang berjalan di sana adalah lulusan lain yang keluar dari sekolah. Siswa sekolah lain belum waktunya untuk pulang.
Murid-murid itu—tidak, mantan murid—bersenang-senang dengan bebas, berbicara dan bercanda di sepanjang jalan. Di antara mereka, seorang gadis mengayunkan tasnya saat mengobrol dengan kawannya. Seorang gadis kecil yang berumur sekitar sepuluh tahun bersepeda dipinggir jalan dekat mereka. Tas tadi menabraknya saat dia lewat, membuat dia jatuh dari sepedanya dan terlempar ke jalan.
Sebuah kendaraan besar datang meluncur dari samping. Mungkin karena pandangannya teralihkan atau tidak dapat bereaksi cukup cepat—apa pun alasannya, kendaraan itu terlihat tidak akan berhenti tepat waktu.
Saat dia menyadarinya, tubuh Misato bergerak sendiri, melompat ke arah gadis kecil itu.
Kenapa aku melakukan ini? Dia berpikir. Orang lain yang lebih dekat seharusnya punya lebih banyak waktu untuk menyelamatkannya. Kenapa tidak ada yang bergerak? Aku tidak akan sampai tepat waktu...
Tidak ada yang bergerak; mereka hanya berdiri, mata mereka mengarah ke Misato.
“Gadis itu sangat berani!”
“Dia akan menyelamatkannya kan?”
Saat Misato mengangkat tubuh gadis tersebut dan melemparkannya ke pinggir jalan, terdengar jeritan yang kencang. Kendaraan itu, yang baru mengerem menabrak tubuh Misato dan mendorongnya ke tanah.
***
“Jadi, Anda telah bangun, Nona Misato Kurihara”
Saat Misato sadar, dirinya tertidur di tanah. Seorang pemuda yang berumur sekitar dua puluhan berdiri di dekatnya, menatap dirinya.
“A-aku tadi tertabrak mobil, kan...?” Misato bergumam.
Pemuda tadi membuat wajah bermasalah dan berkata. “Ya. Dan kamu meninggal”
“Ha...?”
Ngomong apa pula dia? Kalimat itu hampir keluar dari mulutnya, tapi, sepertinya itu ada benarnya juga. Dia tidak memiliki kesempatan untuk selamat dari kecelakaan tersebut. Malahan, saat dia mulai sadar akan sekitar, dia melihat seluruh ruangan yang berwarna putih. Lantainya, langit-langitnya—bahkan jubah yang digunakan pemuda tadi berwarna putih. Apa yang sedang terjadi sebenarnya?
Saat Misato duduk dan kebingungan, pemuda tadi menjelaskan situasinya.
“Tempat ini adalah tempat yang disebut manusia sebagai ‘Surga.’ Dan kupikir, dengan cara yang sama, aku bisa dipanggil sebagai ‘Tuhan’ walaupun kupikir itu bukan kata yang tepat...”
***
Menurut pemuda itu, begini keadaannya:
Dunia ini diatur oleh hukum peningkatan entropi.
Entropi didefinisikan dalam ilmu termodinamika, mekanika statistik, teori informasi, dan lain sebagainya, sebagai besaran kekacauan.
Dalam sebuah sistem tertutup, tanpa intervensi luar, entropi akan selalu cenderung meningkat.
Jika sebuah gelas berisi air panas ditaruh bersentuhan dengan gelas berisi air dingin, suhu air di kedua gelas itu akan menjadi sama. Sebaliknya, jika dua buah gelas berisi air hangat ditaruh bersampingan, mereka tidak akan berubah menjadi air panas ataupun air dingin. Sebenarnya, penegasan dalam hal ini tidak dapat dipastikan dalam teori—tapi asumsi seperti ini biasanya merupakan asumsi yang paling aman.
Pada sebagian besar kejadian, fenomena alam dan elemen kehidupan ada karena adanya ketidakseimbangan yang melekat pada materi dan energi. Jika semuanya tercampur sama rata, dunia akan menjadi tempat dimana tidak adanya variasi energi. Dengan kata lain, dunia tanpa perubahan: dunia yang tertidur, atau dunia kematian.
Segala sesuatu pasti akan menuju akhirnya.
Ini bukanlah perbuatan Iblis, ini adalah perbuatan dari dewa absolut yang bernama Hukum Fisika.
Bagaimanapun juga, ada satu hal yang menentang semua ini: Kehidupan
Dengan memisahkan benda yang telah dicampur, seseorang dapat menciptakan materi yang memiliki keteraturan: Air dingin, air panas. Ini adalah aktivitas yang dapat mengurangi entropi. Sebenarnya, jika dilihat dari lingkup yang lebih besar, dapat dikatakan bahwa kebalikannya benar. Untuk memisahkan materi dan membuat materi yang baru, energi akan dikonsumsi—dan efek samping dari konsumsi energi ini adalah meningkatnya jumlah entropi.
Tidak mengherankan bila sebuah peradaban setelah berkembang sampai pada titik tertentu—pada banyak kasus, akan runtuh. Memang, kemungkinan terjadi hal ini jauh melebihi nilai perkiraan teoritis kejadian.
Dan lagi, terdapat suatu keindahan tersendiri dari kekacauan tersebut, dan terkadang Hukum-Hukum Dunia memiliki kehendaknya sendiri.
Saat suatu peradaban mencapai tingkatan berbahaya, Hukum-Hukum ini menginterupsi Hukum Fisika—hanya menawarkan penangguhan dari hukuman paling kecil, pada kasus yang paling parah. Hukum-Hukum ini tidak jelas: mereka hanya memberi petunjuk, saran yang dibisikkan ke dalam mimpi orang-orang. Tapi tidak semuanya berjalan mulus. Sering kali, banyak penerima petunjuk ini meninggal sangat cepat, bahkan Hukum-Hukum itu sendiri tidak tahu penyebabnya sebanyak apa pun mereka melakukan riset dan penelitian.
Semua ini meninggalkan satu pertanyaan: akankah keseimbangan dunia hancur dalam sekejap? Atau mungkinkah, ada sesuatu di dunia ini yang dapat menyelamatkan kehidupan?
***
“Hah?” kepala Misato berputar. “Jadi maksudmu semua penderitaanku—kematianku—itu semua kelakuanmu...?”
“Salah”
“Lah, terus!?”
“Yang kutolong sebenarnya cuma gadis kecil yang kamu selamatkan itu. Kamu tidak terlibat dalam rencana ini. Kematian dan penderitaan itu salahmu sendiri.”
“Salahku... sendiri?” Misato terduduk mendengar itu.
Jadi sebenarnya ini semua sudah jadi takdirku sejak awal.
“Aku memanggilmu kesini sebenarnya untuk memberikan rasa terima kasihku.”
“Hah...?”
“Walau aku sudah memperhatikannya, gadis itu seharusnya sudah mati di sana. Aku terus mewaspadai insiden dan penyakit yang mungkin terjadi, tapi entah bagaimana hal itu bisa terjadi—dan entah kenapa, di sana ada mobil yang fokus pengendaranya teralihkan oleh HP. Prediksiku tidak pernah memperkirakan hal itu dapat terjadi! Aku masih tidak tahu bagaimana itu bisa terjadi.”
“Saat itu, aku mencari sesuatu yang dapat menyelamatkan gadis itu, tapi tidak ada yang cocok di sana. Orang di sekitar tidak bereaksi apa-apa. Kenapa? Itu terlihat seperti kematian gadis itu sudah menjadi takdirnya sejak awal.”
“Dan saat aku mulai menyerah, berpikir kalau semua usaha dan kerja kerasku selama ini berakhir dengan kegagalan... kau datang. Kamu terletak sangat jauh dari gadis itu, aku yakin kalau kamu tidak akan sampai tepat waktu. Di sana ada orang lain yang lebih dekat—seharusnya kamu tidak punya alasan untuk beraksi. Kamu tidak masuk dalam prediksiku maupun pencarian putus asaku.”
“Kamu hanyalah seorang manusia biasa, tapi kamu mampu untuk mengubah takdir, berada di luar perkiraanku, dan mengorbankan dirimu sendiri untuk gadis itu.”
“Tahukah kamu? Suatu hari, gadis itu akan membuat teori yang melandasi perjalanan antar-bintang umat manusia di masa depan...”
Begitulah, semuanya menjadi jelas. Walaupun aku tidak pernah mencapai apa pun dalam hidupku, pikir Misato, aku masih dapat membuat sebuah perubahan. Kehidupanku, keberadaanku, ternyata masih memiliki arti. Dengan mengetahui kalau hidupnya tidaklah sia-sia, Misato merasa puas pada dirinya sendiri.
“Dengan segala hormat, aku ingin memberimu kesempatan untuk mendapat hidup baru. Kamu akan terlahir kembali, dengan ingatanmu yang sekarang tetap ada.”
“H-hah?” Misato terkejut. Ini mirip dengan game yang pernah dia mainkan dulu. Meskipun ini cuma game, pikir Misato, bakal ada lebih banyak lagi yang akan muncul...”
“Karena dunia yang akan kamu tempati memiliki peradaban yang lebih terbelakang dari dunia lamamu, aku akan memberikanmu beberapa peningkatan kemampuan. Aku akan membiarkanmu memilih: kekuatan apa yang kamu inginkan?”
Ini dia
Misato menjawabnya dalam sekejap. “Buatlah kemampuanku menjadi rata-rata!”
“Ehh?” Sang pemuda yang diketahui sebagai ‘Tuhan’ tampak benar-benar tercengang. “Sepertinya kamu tidak memahami maksudku. Dunia barumu ini memiliki perkembangan sosial yang jauh di bawah duniamu sebelumnya. Sebuah dunia pedang dan sihir—tanpa hukum dan dipenuhi oleh bandit dan monster. Tanpa kekuatan semacam itu, kemungkinanmu untuk hidup dengan nyaman adalah...”
Walau begitu, pendirian Misato sudah tetap.
“Aku tidak peduli. Reinkarnasi berarti aku akan tetap menjadi manusia kan? Saat aku terlahir kembali, aku mau kemampuan dan penampilanku rata-rata menurut standar dunia sana. Kumohon, aku hanya mau mendapat kebahagiaan dari hasil kerja kerasku sendiri. Selama aku tetap memiliki ingatanku yang sekarang, kupikir itu sudah cukup bagiku.”
Melihat kata-katanya yang tak terelakkan, Tuhan mengangguk. “Baiklah. Sekarang, tentang dunia ini: Kami telah mengintervensi dunia ini dalam skala besar sebagai kelinci percobaan, intervensi besar-besaran ini menyebabkannya menjadi dunia di mana sihir dapat digunakan. Kami telah menyebarkan sejumlah besar nanomachine (mesin nano/super kecil), yang bertambah secara otomatis sampai pada jumlah yang tetap. Nanomachine ini bereaksi terhadap keinginan makhluk hidup, yang mengakibatkan berbagai fenomena terjadi. Perubahan kimia, perubahan fisika, dll... bagimu, mungkin itu hanya dapat disebut sebagai ‘sihir’.
“Sebenarnya, dunia ini telah runtuh beberapa kali, meninggalkan hanya sedikit penyintas dengan kemampuan pas-pasan. Untuk memberikan bantuan sekaligus eksperimen, kami melakukan intervensi skala besar yang jauh melebihi apa yang biasa kami lakukan. Tapi, sihir nanomachine ini berkembang terlalu banyak, jauh lebih banyak dari yang kami perkirakan. Hal ini berakibat pada stagnasi perkembangan peradaban.”
“Karena itulah, dunia ini disebut sebagai sebuah kegagalan besar. Sekarang, dunia ini sudah ditinggalkan, tanpa ada yang memperhatikannya. Walaupun beberapa orang merasa tidak enak dengan itu, orang-orang dunia ini merasa puas dan dapat melanjutkan hidup mereka di sana. Dunia itu bukanlah tempat yang buruk, walaupun peradabannya minimal, keamanannya lemah, dan bahaya di mana-mana. Terbunuh di sana merupakan hal yang lumrah...”
Bentar... bentar...., tempat seperti itu yang dia maksud “bukan tempat yang buruk”? Itu adalah apa yang pertama ada di pikiran Misato, tapi saat dia merenungkannya lebih dalam, dia mulai memikirkannya kembali. Bukankah semua bahaya yang dibilangnya bisa diatasi, apalagi jika dia terlahir sebagai perempuan dan tidak pergi jauh dari rumah?
Karena Misato akan reinkarnasi dan lahir di sana sebagai seorang bayi, informasi mendetail tentang kehidupan di dunia baru tidak perlu didengarkan sekarang. Dia pikir, akan lebih baik jika dia belajar tentang dunia ini saat anak-anak seperti umumnya. Jadi daripada banyak tanya, dia hanya duduk mendengarkan Tuhan menjelaskan dasar-dasar dunia ini dan bagaimana dia akan memasukinya.
“Ayo kita mulai proses reinkarnasinya: pasangan yang akan menjadi orang tua barumu merupakan orang yang telah ditakdirkan untuk tidak memiliki anak, jadi tidak perlu khawatir tentang mencuri tempat anak lain yang seharusnya lahir. Sel telur yang telah dibuahi secara khusus akan disiapkan untukmu. Dan dariku, aku berdoa semoga hidupmu bahagia di sana. Walaupun agak aneh rasanya untuk mendengar doa dari seseorang yang disebut ‘Tuhan’.
“Sementara itu, aku ingin berterima kasih dari lubuk hatiku yang paling dalam. Karena dirimu, aku percaya bahwa umat manusia dari Bumi bisa mencapai suatu tingkatan yang baru. Kumohon, hiduplah dengan baik...”
***
Pada akhirnya, Misato adalah Adele von Ascham, sepuluh tahun, satu-satunya putri keluarga Ascham—atau setidaknya begitulah seharusnya.
Namun, sepertinya ada sesuatu yang salah.
Ingatannya kembali saat dia berumur sepuluh tahun—bukan itu masalahnya. Sepuluh tahun terlihat seperti terlambat bagi ingatannya untuk kembali, tapi sepertinya seorang bayi tidak dapat menahan beban mental dari seseorang berusia 18 tahun. Dia harus berpura-pura berperilaku seperti seorang anak-anak, dan itu akan menjadi masalah jika dia sudah bisa bicara sejak bayi. Mungkin ingatannya yang baru kembali saat umurnya sepuluh tahun merupakan sebuah anugerah.
Namun, saat Misato merenungkan kembali ingatannya, ternyata dia harus berurusan dengan masalah besar yang berada di depan matanya.
***
Insiden itu terjadi dua tahun yang lalu.
Kedua orang tua Adele dijadwalkan untuk berangkat ke sebuah pesta yang diadakan di wilayah tuan tanah yang bertetangga, tapi saat hari H, ayahnya tiba-tiba jatuh sakit. Keluarganya meminta kakeknya Adele untuk menggantikan ayahnya yang sakit, tapi saat perjalanan pulang, mereka diserang oleh bandit, dan keduanya menjadi korban jiwa dalam insiden tersebut.
Wilayah Ascham biasanya relatif aman—bandit tidak pernah terlihat di sana selama bertahun-tahun—tapi entah kenapa, mereka muncul di saat itu.
Satu hari setelah pemakaman, seorang wanita dibawa ke kediaman Viscount Ascham, sambil membawa seorang anak yang seumuran dengan Adele. Setelah saat itu, ayahnya Adele menghadiri pesta-pesta dengan wanita ini, dan mengenalkan anaknya, yang bernama Prissy, sebagai anak satu-satunya. Dan mereka melupakan Adele.
Lambat laun, sebagian besar staf dan penghuni kediaman diganti, dan tak lama kemudian, mereka yang bekerja di dapur merupakan apa yang tersisa dari staf-staf lama.
Cerita seperti itu sangatlah familier, tapi juga ironis, karena orang yang paling disayang oleh Misato di dunia lamanya adalah kedua orang tuanya dan adiknya, tapi di dunia ini, mereka merupakan musuh terbesarnya. Orang tuanya, dan saudari tirinya, yang kemungkinan besar lahir dari perselingkuhan ayahnya... Mereka bertiga menghabiskan dua tahun terakhir untuk mengganggu Adele, membullynya, atau bahkan berpura-pura dia tidak ada sama sekali.
***
Sekarang, bagaimanapun, kehidupan itu hanya tersisa tiga hari lagi.
Mungkin untuk melepas tanggung jawab mereka darinya, Viscount dan istri barunya memutuskan untuk mengirim Adele ke sekolah berasrama di ibukota. Dia dijadwalkan akan berangkat dalam tiga hari, dan bagi Misato—atau lebih tepatnya Adele—ini adalah hal yang sangat melegakan.
Tiga hari telah berlalu, tanpa banyak kata-kata selamat tinggal dari keluarganya, Adele berangkat dengan kereta kuda menuju ibukota.
Sesuai dengan wataknya, Viscount itu bahkan tidak menyediakan kereta pribadi bagi Adele. Jadi dia hanya membawa sedikit barang bawaan: beberapa baju ganti, peralatan mandi, dan beberapa barang pribadi lainnya.
Dia sedang dalam perjalanan menuju Akademi Eckland. Eckland adalah sebuah sekolah yang diperuntukkan bagi anak-anak bangsawan kelas bawah, saudagar-saudagar kelas menengah—walaupun terkadang ada rakyat jelata berprestasi yang mengikuti program beasiswa. Tentunya, ibukota memiliki sekolah lain yang berdiri di sana, tapi sekolah itu merupakan sekolah yang ditujukan untuk para kelas atas: keluarga kerajaan dan bangsawan kelas aristokrat, pewaris dari saudagar-saudagar paling kaya, dan lain sebagainya.
Tentunya, saudari tirinya dimasukkan ke akademi yang lebih bergengsi ini. Prissy akan tiba seminggu kemudian, tentunya dengan salah satu kereta kuda paling mewah yang mereka miliki dan diantar oleh kedua orang tuanya. Dan bahkan walau sekolah sudah dimulai, Adele tahu bahwa Prissy pasti akan sering pulang ke rumah.
Dengan tidak ada yang dilakukan, Adele melewati perjalanannya yang panjang sambil memikirkan situasinya, seberapa ingin keluarganya untuk menghilangkan dirinya dari pandangan mereka. Kelihatannya saat ini Adele tidak lebih dari sebuah gangguan bagi mereka, sebuah pengingat mereka pada ibunya, tanpa adanya tempat baginya di kehidupan baru ayahnya.
Itu masuk akal, sebenarnya. Dengan adanya Adele, orang-orang hanya dapat berpikir soal setiap anak seumuran dengannya merupakan anak haram. Tapi dengan perginya Adele, mereka dapat mengatakan kalau Prissy merupakan anak angkat mereka, yang tidak memiliki hubungan darah dengan Viscount. Dengan begitu, tidak akan ada skandal, dan Prissy akan diadopsi oleh Viscount, yang akan menjadi pewarisnya nanti.
Bagi mereka, pikir Adele, ini semua sangat simpel. Mereka hanya perlu mengirimku keluar agar Prissy dapat mengambil tempatku. Bahkan saat mendaftar ke akademi, Adele dilarang menggunakan nama Ascham.
Itu mungkin saja, pikirnya, mereka akan memiliki seorang putra suatu hari nanti, dan dia yang akan mewarisi gelar Viscount. Walau bagaimanapun juga, Adele tidak akan terlibat dalam itu semua.
Dia mengingatkan dirinya sendiri semua ini dapat menjadi lebih buruk. Setidaknya dia tidak akan dibunuh—dia hanya akan diasingkan. Mungkin saja suatu hari nanti, dia akan dipanggil kembali di hari yang gelap, di mana ayahnya akan menikahkannya untuk uang atau kuasa. Atau mungkin saja mereka hanya berpikir kalau membunuhku akan menarik terlalu banyak perhatian.
Bagaimanapun juga, Adele memiliki rencananya sendiri: dia akan menghabiskan tiga tahun ke depan di akademi, mempelajari dunia ini, dan, pada hari kelulusannya, dia akan menghilang di kegelapan malam. Adele sudah tidak punya masa depan lagi di kediaman Viscount, di mana masa depan terbaiknya hanya menjadi alat pernikahan politik, atau dengan kata lain, perdagangan manusia berkedok perjodohan.
Jadi dia menetapkan keputusannya. Bagaimanapun caranya, dia akan mengumpulkan pengetahuan, mengumpulkan dana, dan kabur. Itu akan menjadi tujuan utamanya untuk tiga tahun ke depan, apa pun keinginan ayahnya.
Kenapa? Adele bertanya pada dirinya sendiri. Kenapa aku malah lahir di sebuah keluarga bangsawan? Bukannya aku sudah minta untuk membuat semuanya rata-rata? Jadi kenapa...?
Itu adalah pertanyaan yang masih dibingungkan oleh Adele tiga hari terakhir, bahkan saat ingatannya baru kembali. Dan di perjalanan dia baru paham maksudnya.
Keluarga Kerajaan, Duke, Marquis, Count, Viscount.
Budak, Buruh, Kesatria, Baron, Viscount.
Kelima dari atas, dan kelima dari bawah. Keluarganya pas berada di tengah-tengah.
Tapi sepertinya ada yang salah, karena itu tidak menghitung jumlah—karena ada lebih banyak buruh daripada duke.
Tidak hanya statusnya saja yang tidak rata-rata, statusnya bahkan bukan termasuk median. Median itu, seingatnya, didapatkan dengan mengurutkan barisan angka dari besar ke kecil, lalu diambil tengahnya, bukan cuma dari satu kategori.
Dan walaupun bukan median yang digunakan, seharusnya modus, angka yang paling sering muncul, yang digunakan.
Bagaimanapun juga, mau pakai mean, median, ataupun modus, Misato seharusnya cuma jadi rakyat biasa! Bagaimana pula ceritanya dia bisa dapat posisi ini.
Bagaimanapun juga, dia merasa lelah dengan semua ini, di hari kedua perjalanannya, Adele menemukan cara untuk mengisi waktu luangnya, seperti membuat patung kayu ukir dari cabang kayu. Di kehidupan lamanya, Adele cukup ahli dan dengan demikian dia memperoleh banyak hobi seperti itu.
Pisau yang dia gunakan merupakan sebuah pisau kecil, yang biasa digunakan oleh gadis-gadis bangsawan. Dengan kata lain, itu adalah pisau yang digunakan untuk membunuh dirinya sendiri, jika dia diserang oleh pencuri—atau yang lainnya—agar dapat menghindari ancaman pelecehan.
Itu aneh, pikirnya sembari mengukir patung. Daripada bunuh diri, bukannya lebih baik menggunakan pisau itu untuk menyerang mereka, walaupun pisaunya tidak memadai?
Dari yang dia lihat, ada sesuatu yang aneh, pisau seperti ini memotong kayu dengan mudahnya seperti mentega yang dipotong dengan pisau panas. Apa itu karena pisaunya yang bagus? Atau karena jenis kayunya yang lembut?
Selain itu, patung kayu yang dia buat memiliki kualitas yang luar biasa, kualitasnya lebih ke arah sebuah patung kayu daripada mainan buatan tangan.
Penumpang lainnya merasa waswas melihat gadis itu mengukir dengan pisau, takutnya nanti malah tangannya yang terluka.
***
Hari itu adalah hari kedua perjalanan ke ibukota.
Kereta kuda bukanlah cara yang mewah untuk bepergian. Orang-orang yang menggunakan jasa kereta kuda bersama biasanya merupakan orang yang tidak mampu mengeluarkan biaya tambahan untuk penginapan, jadi Adele dan lainnya tidur di padang rumput di pinggir jalan raya.
Para pria tidur di luar dan mempersilahkan perempuan untuk tidur di dalam kereta. Adele juga diarahkan untuk tidur di dalam kereta, tapi setelah seharian bersempit-sempitan di dalam kereta, dia memilih untuk tidur di luar. Dia tahu jika ada yang tidurnya gelisah atau mendengkur dengan keras, dia tidak akan bisa tidur dengan kondisi sempit di dalam kereta.
Berbaring di padang rumput, tiba-tiba Adele mengingat hal yang pernah dikatakan ayahnya. Ujian
Bagi rakyat biasa yang ingin masuk ke akademi, mereka harus lulus tes masuk terlebih dahulu. Bangsawan tidak perlu mengikuti tes ini; tapi karena Adele sekarang tidak dapat menggunakan nama keluarganya, dia mungkin akan diperlakukan seperti seorang rakyat biasa. Mungkin untuk menghemat biaya atau menghindari urusan tambahan, ayahnya telah membuat sebuah kondisi alternatif. Dia telah mengirim surat untuk kepala sekolah, mengungkapkan statusnya untuk mengkonfirmasi posisinya, tapi menuntut sekolah untuk merahasiakannya:
“Kebangsawanannya, dan nama keluarganya, harus dirahasiakan. Dia harus diperlakukan sama seperti seorang rakyat biasa.” Ayahnya merencanakan ini untuk memastikan bahwa gagal dalam tes tidak dapat menjadi alasan untuknya kembali ke rumah.
Murid bangsawan juga mendapat tes, tes yang digunakan untuk menilai kemampuan siswa. Dengan begitu, walaupun sekolah setuju untuk memperlakukannya sebagai seorang rakyat biasa, Adele tetap akan mendapat tes yang harus diikutinya saat datang ke akademi.
Adele khawatir jika dia mengikuti tes ini bersama murid bangsawan lainnya, status kebangsawanannya akan diketahui oleh murid lain. Namun, para orang dewasa di sana tidak ada yang terlihat khawatir.
Meskipun begitu, memikirkan hal itu juga tidak akan banyak membantu. Jadi Adele memutuskan untuk fokus kepada praktik sihirnya.
Sihir.
Namanya sendiri sudah menarik.
Bagi Misato, yang tidak punya teman, sihir adalah sesuatu yang dia lihat di dalam anime yang dia tonton sewaktu kecil dan game akan dia mainkan setiap kali istirahat. Sekarang, di dunia ini barunya ini, sihir merupakan hal yang nyata—dan dia bisa menggunakannya. Hanya mendengar namanya saja jantungnya sudah berdetak lebih kencang! Sihir!
Tapi tentunya, dia telah mengetahui itu.
Di dunia ini, ada banyak orang yang dapat menggunakan sihir, seperti yang dia lihat di anime yang dia tonton dulu. Ada penyihir kerajaan, kelompok penyihir, dan penyihir yang berafiliasi dengan Guild hunter dan Guild penyihir.
Walau begitu, dia hanyalah seorang gadis berusia sepuluh tahun.
Menurut ingatan Adele dari saat ingatan Misato belum bangkit, kemampuan sihirnya sendiri rata-rata—atau setidaknya, rata-rata bagi seorang gadis berumur sepuluh tahun, yang berarti bakatnya tidaklah cukup bagus.
Sekarang, dia hanya bisa membuat api yang cukup untuk membuat api unggun, dan membuat air yang cukup untuk mengisi sebaskom air.
Tapi tetap saja, sihirnya sangat berguna. Tanpa perlu mengkhawatirkan kehabisan air saat perjalanan, barang yang harus dia bawa menjadi jauh lebih sedikit. Mengeluh soal kemampuan sihirnya di antara orang-orang yang bahkan tidak bisa menggunakan sihir sama sekali adalah hal yang tidak baik.
Sebenarnya, kemampuan sihir Adele berada sedikit diatas rata-rata, tapi untuk yang ini dia tidak akan komplain.
Selain itu, dia pikir, rata-rata antara orang yang “bisa menggunakan sihir” dan yang “tidak bisa menggunakan sihir” orang yang bisa menggunakan sedikit sihir akan berada tepat di tengah.
***
Walaupun sihir di dunia ini dapat dikategorikan sebagai “sihir air” atau “sihir api”, para penyihir itu sendiri tidak dikategorikan dengan perbedaan seperti itu: tidak ada yang namanya “penyihir air” atau “penyihir api.”
Ini karena jenis sihir yang berbeda tidak dihasilkan oleh roh tertentu seperti “roh air” atau “roh api.” Malahan, semua sihir berasal dari satu jenis nanomachine. Oleh karena itu, penggunaan sihir bergantung pada bisa-tidaknya seseorang menyampaikan kehendaknya kepada nanomachine untuk menciptakan fenomena magis.
Bakat ini bergantung pada berbagai faktor: bisa-tidaknya orang tersebut mengonsentrasikan kehendaknya dan mengirim sinyal kepada nanomachine, bisa-tidaknya sinyal tadi diterima dan diaplikasikan oleh nanomachine, dan bisa-tidaknya sinyal tadi menjadi suatu hal yang nyata. Juga, gambaran imajinasi atas apa yang ingin diciptakan orang itu haruslah jelas. Apakah efek yang dimaksudkan adalah efek yang akan menyebabkan “gangguan terlarang” menjadi faktor tersendiri.
Pada akhirnya, mustahil bagi seseorang untuk membagi sihir berdasarkan tipe sihirnya, meskipun sangat mungkin baginya untuk memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing. Masalah pada penggunaan sihir biasanya datang dari bagian “penggambaran”. Lagi pula, orang-orang yang tinggal di gurun akan kesulitan menggambarkan air atau danau.
Namun, pada umumnya, penyihir yang mahir biasanya terampil pada segala jenis sihir. Penyihir yang kemampuannya kurang mengesankan—hasilnya sama saja tidak peduli jenis sihir apa yang mereka gunakan.
Karena cara menggunakan sihir hanya ada dalam ingatan Adele, Misato—sekarang Adele—tidak pernah menggunakan sihir lagi sejak ingatannya kembali. Untuk menghindari insiden, Adele dilarang untuk menggunakan sihir di dalam kediaman. Jadi, pikirnya itu akan lebih baik bila dia berlatih sihir setidaknya sekali sebelum dia mencapai ibukota.
Dengan itu, Adele mencoba untuk memproduksi air. Dia memutuskan untuk tidak menggunakan sihir api di malam hari, karena itu akan menarik terlalu banyak perhatian dan—pada saat dimana suatu hal yang tak terduga terjadi—menggunakan sihir api juga akan berbahaya. Air, setidaknya, akan lebih aman. Tidak hanya itu, sihir air juga dapat digunakan untuk mencuci, yang membuatnya banyak berguna. Rute mereka berada jauh dari sungai, dan air dalam jumlah sedikit yang mereka bawa diperuntukkan sebagai air minum, bukan untuk mandi.
Akan lebih baik jika air yang diproduksinya dibagikan kepada orang lain, tapi karena baik Misato maupun Adele tidak mempunyai banyak keterikatan terhadap orang lain, pikiran itu tidak terlalu muncul di benaknya.
Adele mengambil handuk dari tasnya yang dia taruh di dalam kereta, lalu pergi ke pinggiran hutan, yang berjarak cukup dekat dan sedikit menanjak.
Ini adalah pertama kalinya dia menggunakan sihir sejak ingatannya sebagai Misato kembali, jadi Adele mencoba untuk memanggil nanomachine, yang dia dengar dari Tuhan. Dia mengingat kembali saat dia menggunakan sihir, saat ingatannya belum kembali, dan Adele pun merentangkan tangannya, merapal sebuah mantra.
“Berkumpullah, wahai air, dan datanglah kepadaku! Aqua Ball Generation!”
Nanomachine, katanya dalam hati, jangan kecewakan aku!
...SIAP
“Huh? Kayak ada yang ngomo...”
Byur!
“Gaaahh!!”
Bola air besar jatuh dari atas kepalanya, menyapu Adele dengan airnya ke bawah lereng.
“Ugh! Ubb-glugg! Grk ugh blugg… aku tenggelaaam!”
Adele terombang-ambing, ditelan arus deras yang tiba-tiba, berjuang untuk hidupnya saat air masuk ke paru-parunya.
Tak lama kemudian, Adele ditemukan terbaring di bawah lereng oleh penumpang lain yang datang untuk melihat apa yang sedang terjadi.
Aku tidak paham. Apa-apaan dengan air itu…?
Sesaat setelah dia mendapat kesempatan untuk menenangkan dirinya, Adele mulai merenungkan pertanyaan ini. Penumpang lainnya membantu mengganti dan mengeringkan pakaiannya; seorang wanita bahkan meminjamkan sebuah pakaian untuk dipakai sampai pakaiannya sendiri cukup kering untuk dipakai kembali.
Adele tahu bahwa tidak ada kesalahan dalam mantranya. Tetapi jelas, ada sesuatu yang salah. Apakah itu benar-benar sebuah masalah? Bagaimanapun juga, Adele telah menciptakan air dalam jumlah besar hanya dengan rapalannya yang gagal. Atau apakah hal yang barusan terjadi merupakan suatu pertanda dari sihir baru yang kuat yang entah bagaimana telah dia temukan?
Apakah kemampuan sihirku meningkat? Apa ingatanku yang kembali berdampak pada kemampuan sihirku?
Tampaknya itulah yang sepertinya terjadi; bagaimanapun juga, itu tidak mengubah fakta bahwa kemampuan sihir Adele seharusnya rata-rata. Sampai perjalanannya sekarang, Adele jarang keluar dari kediaman, tapi Adele membaca buku dan belajar cukup banyak. Dari yang dia tahu, tidak mungkin ada seorang anak berusia sepuluh tahun dapat memiliki kekuatan sihir yang dapat menciptakan air sebesar yang dia buat. Bahkan jika itu hanya kesalahan penggunaan istilah, antara “median” dan “modus”…
Ini buruk, pikirnya.
Besok dia akan sampai di ibukota, lalu akademi. Tidak ada waktu lagi untuk latihan, dan bahkan jika ada, tidak baik untuk mengganggu penumpang lain lagi.
Nanti, dia harus mencari tahu penyebab hal ini. Untuk sekarang, Adele hanya perlu melihat apa yang terjadi.
Komentar
Posting Komentar