Watashi, Nouryoku wa Heikinchi de tte Itta yo ne! Chapter 5 Bahasa Indonesia

Chapter 5: Inkarnasi Dewi

Translated & Proofreaded by: AiTL

 

Beberapa hari telah berlalu sejak insiden di kelas, dan Adele sedang sibuk dengan pekerjaannya di toko roti.

 

Karena sifat bisnisnya, toko roti buka setiap hari, bahkan saat hari libur. Namun penjualan pada hari ini lebih sedikit dari hari-hari lainnya karena sebagian besar penduduk menggunakan hari libur untuk istirahat, bahkan wanita karier tetap di rumah, menyiapkan makan untuk keluarganya. Karena itu, tidak banyak orang yang datang ke toko roti dalam istirahat makan siangnya. Dan juga, tidak semua orang membeli roti. Banyak orang memanggang sendiri roti mereka.

 

Namun demikian, toko roti merupakan kawan sejati para bujang dan ibu rumah tangga yang kelelahan. Demi orang-orang ini, dia membuka toko rotinya.

 

Walau begitu, masalah berkurangnya jumlah roti yang terjual di hari libur sekarang hanya menjadi masa lalu.

 

Dan kenapa itu?

 

“U-um, aku ingin roti yang ini!” Seorang anak magang dari toko terdekat, seorang anak laki-laki berusia empat belas atau lima belas tahun, menunjuk beberapa roti.

 

“Totalnya dua koin half-silver dan tiga koin tembaga.”

 

Adele tersenyum selagi dia menaruh roti-rotinya di tas anak itu dan mencari kembalian untuk tiga koin half-silvernya. Saat Adele menyerahkan kembaliannya, anak laki-laki tadi tersentak, tangannya bergetar.

 

“Terima kasih banyak!” kata Adele.

 

“U-um, aku ingin tahu, apakah kamu luang setelah bekerja?” tanya anak tadi.

 

“Maaf, tapi saat kami tutup, aku harus buru-buru pulang ke asrama, atau aku tidak akan tepat waktu untuk makan malam. Aku tidak punya uang untuk membeli makanan sendiri. Selain itu, gerbang sekolah tutup lebih awal, dan karena ibu asramanya cukup baik untuk membiarkanku bekerja di sini, aku tidak bisa melanggar jam malam...”

 

“Be-begitu ya...” anak magang itu, yang telah susah payah mengumpulkan keberanian untuk mengajak Adele keluar, nampak kecewa.

 

“Silakan datang lagi!” kata Adele.

 

“Y-ya, aku akan datang lagi!”

 

Anak itu pulang ke rumah, pipinya masih memerah saat mengingat senyuman Adele.

 

Adele adalah gadis yang cantik, dengan kesopanan yang muncul dari ingatannya di Jepang. Mengikuti standar dunia ini, Adele sangat perhatian sampai-sampai banyak pemuda yang salah paham kalau Adele sebenarnya tertarik dengan mereka.

 

Terlebih lagi, Akademi Eckland—meskipun lebih rendah dari Akademi Ardleigh—menurut rakyat jelata merupakan tempat yang sangat bergengsi. Melihat Adele berdiri di belakang kasir menggunakan seragamnya, orang-orang berpikiran kalau Adele adalah anak yang sangat pintar, yang lulus tes beasiswa. Dan sebagai rakyat jelata, mereka berpikir kalau Adele berada dalam jangkauannya.

 

Begitulah Adele: seorang jenius dengan paras yang cantik, yang berpotensi menghasilkan banyak uang di masa depan. Dan di atas itu semua, Adele selalu memiliki senyum di wajahnya. Tidak ada anak laki-laki yang tidak tertarik dengannya.

 

Sejumlah besar pria muda membeli roti di toko itu untuk makan siang di hari libur mereka, dan anehnya, mereka tidak pernah punya uang pas. Faktanya, mereka terlihat seperti selalu membeli roti dengan harga yang tidak pas—karena jika mereka melakukannya, kesempatan untuk menyentuh tangan Adele berlipat ganda.

 

“Hee hee hee. Kau benar-benar gadis yang licik, Nona Adele...” Seorang tetangga nenek-nenek menggodanya setelah anak magang itu pergi.

 

“Tidak, Nenek! Apa yang Anda katakan?”

 

Di kehidupan sebelumnya, Adele hanya memiliki sedikit kenangan dengan kakek-neneknya, namun di dunia ini dia bisa bergaul dengan orang-orang tua.

 

Suami nenek tadi menimpali. “Nah, nah, dia benar! Tetaplah seperti itu dan kau akan punya toko sendiri dan laki-laki untuk mendukungmu dengan cepat.”

 

“Jangan Anda juga, kakek!” Adele protes.

 

Tetangga senior mereka juga datang untuk membeli roti di hari libur mereka.

 

Karena anak-anak mereka sudah dewasa dan jauh dari rumah, dan mereka tertarik dengan Adele, dan Adele juga senang berbincang dengan mereka. Mereka adalah lawan bicara yang nyaman dibandingkan dengan “calon” pelamarnya.

 

Saat bekerja, terdapat satu hal yang tidak disukai oleh Adele.

 

Akhir-akhir ini, toko roti tempat Adele bekerja sangat sibuk, hampir semua roti yang dijual habis saat tutup, yang berarti lebih sedikit roti untuk dibawa pulang Adele.

 

***

 

Hari ini, setelah bekerja, Adele berjalan kembali ke asramanya, namun jalannya tertutup oleh kerumunan warga.


“Um, mohon maaf. Apakah ada sesuatu yang terjadi?” tanya Adele.

 

Wanita tua yang diketahui Adele dari toko roti menjawab. “Oh ya! Kereta kuda putri ketiga sedang lewat! Semua orang berharap untuk terlihat oleh sang putri. Katanya kalau beruntung, tuan putri akan berhenti dan melambaikan tangannya.”

 

Putri ketiga hampir tidak pernah meninggalkan istana, jadi hanya sedikit orang yang pernah melihatnya.


Kenapa tidak? Pikir Adele. Tidak setiap hari kau dapat melihat putri. Dia akan ikut mencoba untuk mendapat pandangannya juga. Seharusnya masih ada cukup banyak waktu.

 

Adele menggunakan tubuh kecilnya untuk menyelinap di antara kerumunan, sampai dia bisa pergi ke barisan paling depan.

 

Beberapa saat kemudian, sebuah rombongan muncul di seberang jalan utama.

 

Di depan terdapat empat tentara dengan pedang di sarungnya dan tombak di tangan, diikuti oleh tiga pasukan berkuda yang menggunakan lembing. Di belakang mereka terdapat kereta kuda yang berukuran sangat besar, diapit oleh lebih banyak kavaleri dan infanteri.

 

Karena ukuran jalan yang tidak sesuai, kereta kuda putri itu tidak bisa berjalan cepat, dan para infanteri telah dikerahkan untuk menjadi perimeter bagi penyerang atau pencuri.

 

Rombongan itu datang, dan sesaat setelah tentara pertama melewati Adele, seorang anak kecil terlempar keluar dari kerumunan.

 

“Anak kurang ajar!” Tentara itu mengangkat tombaknya dan menghantamkan ujung tumpulnya ke anak itu.

 

Serangan itu mengenai perut anak itu, dan karena pukulannya yang keras, anak itu terjatuh ke tanah, bergetar dan tidak dapat bergerak. Namun, tubuh anak itu malah terjatuh ke tengah jalan, dan untuk menjauhkannya, tentara itu menghantamnya lagi dengan tombak.

 

Dia akan terbunuh!

 

Saat dia menyadari apa yang dilakukannya, tubuh Adele telah bergerak, melompat dari kerumunan menuju anak itu.

 

Rasanya seperti déjà vu...

 

Itu sama seperti sebelumnya kan? Akankah Adele mati sekali lagi?

 

Namun Adele tidak berhenti, dan saat dia melemparkan dirinya menutupi anak itu, sebuah pikiran muncul di benaknya. Kekuatan lattice, penghalang!

 

Sebuah dinding transparan muncul di udara, membelokkan serangan tentara tadi tepat sebelum mengenai Adele.

 

Shing!

 

Inilah energi lattice, kekuatan kohesif yang mengikat atom, molekul, dan ion bersamaan membentuk penghalang, saat benda gas berubah menjadi padat.

 

Saat Adele memikirkan sesuatu untuk melindungi dirinya, dia teringat dengan penghalang yang pernah dilihatnya di anime; namun, hanya dengan mengandalkan ingatannya tentang penghalang anime tidak banyak membantu untuk menjelaskan teori asalnya. Jika dia dapat memikirkannya dengan jelas, para nanomachine dapat mewujudkannya untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Namun saat dia memikirkannya, Adele menyadari bahwa pengetahuannya akan pelindung cukup rendah. Malah, hal lain muncul di kepalanya: “energi lattice,” suatu hal yang pernah dia baca di kehidupan sebelumnya.

 

Lattice. Kekuatan kohesif. Itu terdengar seperti sesuatu yang mampu membentuk sebuah penghalang.

 

Meskipun Adele tidak terlalu memahaminya, insting dalam dirinya berkata kalau ini akan berhasil.

 

Dan begitulah, menggunakan gagasan ini, Adele membentuk gambaran tak jelas, sebuah penghalang, yang saat muncul, tidak berbentuk setengah lingkaran halus, tapi sebuah bidang yang penuh dengan pelat kaca yang saling terhubung.

 

“Ap...?”

 

Terkejut, tentara itu menyerang menggunakan tombaknya lagi. Namun, penghalang itu tidak rusak.

 

“Minggir!”

 

Salah satu kavaleri maju ke depan dan turun dari kudanya. Sekarang, dia menuju ke arahnya.

 

Dari penampilan dan sikapnya, terlihat bahwa tentara ini mempunyai pangkat yang lebih tinggi dari tentara infanteri. Karena dia berada di atas kuda, sepertinya dia adalah seorang ksatria...

 

Dia mengeluarkan tombaknya sendiri, mengayunkannya sekuat tenaga, dengan ujung tajam tombaknya mengarah ke Adele.

 

Shing!

 

“Tidak mungkin!”

 

Ya Tuhan ya Tuhan ya Tuhan!

 

Adele menjadi panik.

 

Seperti mencari masalah dengan pengawal kerajaan tidak cukup, sekarang Adele harus berurusan dengan penghalang lattice miliknya, yang dia buat untuk melindungi diri.

 

Sepengetahuan Adele, jenis sihir seperti ini belum pernah ada sebelumnya.

 

Sihir untuk menetralkan sihir lain dalam pertempuran antar sihir sudah ada. Begitu juga sihir yang dapat menggerakkan tanah untuk menghalangi serangan fisik. Sihir yang menggerakkan air atau udara untuk mempertahankan diri juga ada. Namun, tidak pernah terdengar adanya sihir yang dapat membuat penghalang tanpa bahan apa pun.

 

Siapa pun yang dapat melakukan itu berarti menjadi tidak terkalahkan. Dengan musuhmu yang tidak dapat menyerang, kau dapat melancarkan serangan satu sisi.

 

Mereka pasti akan membawanya ke istana, yang mungkin saja, di sana Adele akan di eksekusi atas tuduhan penyerangan terhadap tuan putri ketiga.

 

Ini sangat buruk. Adele telah memperlihatkan sihir yang tidak biasa di tengah hari dan secara tidak sengaja mengancam nyawa tuan putri ketiga! Ini adalah pukulan ganda. Apa yang harus dia lakukan?

 

Saat masih melindungi anak itu, Adele memeras otaknya untuk mencari sebuah rencana. Namun, kepanikan mulai menguasai pikirannya, Adele tidak dapat memikirkan satu rencana pun.

 

“A-apa kau sebenarnya?! Apakah kau monster atau iblis?!” ksatria itu berteriak, ketakutan terlihat dari wajahnya saat dia menjauh dari Adele.


...Iblis? sejenis roh jahat? Tunggu bentar!

 

Sesaat, Adele melepaskan penghalangnya.

 

Dengan suara seperti kaca pecah, lattice itu pun hancur berkeping-keping, lalu menghilang di udara. Sekarang tidak ada lagi bahaya melepas penghalangnya. Bahkan jika ksatria itu menyerang secara tiba-tiba, Adele yakin dapat menangkap tombaknya tepat waktu.

 

Adele berdiri perlahan dan berputar ke arah ksatria itu, ekspresinya kosong.

 

“Kelancangan apa ini, berani-beraninya kau menyerang wadah sang dewa?!” kata Adele.

 

“Huh?”

 

“Berani-beraninya kau mencoba melukai wadahku?!”

 

“Huh?”

 

Tidak paham dengan apa yang terjadi di depan mereka, kerumunan tentara dan penonton tampak terkejut.

 

Ksatria itu murka dengan pengakuan tiba-tiba Adele.

 

“K-kau berbohong! Oi, kalian semua—tangkap dia!”

 

Atas perintah ksatria itu, para prajurit mendatangi Adele dengan enggan.

 

“Halilintar! Jatuhkanlah amarah kalian kepada orang-orang bodoh ini yang telah berani melawan sang dewa!”

 

KABOOM!

 

Empat buah petir muncul dari atas, menyambar ujung tombak para prajurit.

 

“Waaaaaaaaaahhh!!”

 

Para prajurit itu menjatuhkan tombak mereka, terjatuh ke belakang.

 

“A-apa yang...”

 

Itu bukanlah sihir api. Itu terlihat seperti petir, yang datang langsung dari surga.

 

Itu tidak terlihat seperti sihir sama sekali.

 

“Apakah itu... kekuatan sang dewa...?”


Para prajurit meringkuk ketakutan. Seketika, tidak ada lagi tentara yang berjuang untuk mencari nafkah—mereka semua tidak lebih dari penangkal petir hidup sekarang.

 

Apa yang terjadi adalah Adele telah mengumpulkan muatan negatif di bagian bawah awan dan muatan positif di bagian atas awan, membentuk kilatan petir dengan menarik muatan positif ke ujung tombak para prajurit.

 

Adele telah mengumpulkan arus sekunder rendah yang mengalir dari gagang tombak ke tanah, sehingga membentuk membran isolasi yang akan menghindarkan kematian secara tak sengaja dari para prajurit.

 

Selanjutnya, Adele mulai merapal mantra senyap.

 

Biaskan dan sebarkan cahaya! Bekukan kelembapan udara di sekitar! Netralkan gravitasi dan pertahankan formasi...

 

Adele memperjelas gambarannya di dalam pikiran dan meluncurkan sihirnya dengan efek gelombang.

 

Cahaya yang bersinar mulai melayang dan berputar di sekeliling Adele, dan kristal es muncul di belakang Adele.

 

“Itu... seorang dewi...” ksatria itu berbisik dengan lemah.

 

Seorang gadis berdiri di depan para prajurit, tubuhnya bermandikan cahaya dan sepasang sayap bersinar muncul dari punggungnya.

 


“Apa hukuman ilahi yang cocok untuk kalian? Haruskah aku meruntuhkan seluruh istana? Atau haruskah aku membunuh seluruh bangsawan, keluarga kerajaan, dan tentaranya? Lebih baik lagi, mungkin seluruh Kerajaan...”

 

“Mohon tunggu sebentar!”

 

Seorang gadis keluar dari kereta kuda yang megah itu, lalu berlari dengan putus asa menuju Adele, mendorong melewati kedua ksatria di pintu kereta.

 

Gadis itu memiliki rambut keemasan, dan berumur sekitar empat belas atau lima belas tahun—tidak diragukan lagi, dialah tuan putri ketiga.

 

Saat dia mencapai sisi kstaria itu, dia berlutut, kepalanya tertunduk.

 

“Oh, dewi, kumohon maafkanlah mereka! Rombongan ini adalah rombonganku. Jadi berikan semua hukuman padaku dan maafkanlah yang lainnya!”

 

“Y-yang mulia! Apa yang Anda lakukan? Sebagai kepala penjaga, sayalah yang harus bertanggungjawab. sayalah yang harus menerima hukumannya! Anda sama sekali tidak bersalah.”

 

“Tidak! Bukannya sudah menjadi tugas seorang dengan pangkat tertinggi untuk bertanggungjawab atas kesalahan bawahannya?”

 

Hmm, pikir Adele. Daripada saling melempar kesalahan satu sama lain, mereka malah memperebutkan tanggung jawab itu. Mungkin mereka bukanlah orang yang buruk...

 

Kerumunan sudah mulai gelisah, dan tujuan utama Adele hanyalah mengalihkan perhatian semua orang untuk menyelamatkan anak itu. Dia harus menyelesaikan ini.

 

Adele telah menyembuhkan seluruh luka-luka anak itu, dan dia juga telah memastikan kerusakan pada organ dalam dan tulang-tulangnya diobati, dan tidak ada kerusakan atau pendarahan di dalam tengkoraknya.

 

“Diam! Aku benci ocehan seperti itu! Baiklah. Berkat kebaikan putri kalian, aku akan mengampuni tempat ini. Namun, tidak ada lagi lain kali. Apa kalian paham?!”

 

“Kami paham! Kami berhutang budi terhadap kemurahan hati Anda.”

 

Sungguh kata-kata yang rendah hati dari seorang tuan putri!

 

Jika rahasianya terbongkar, Adele pasti akan dipenggal.

 

Sekarang saatnya penyelesaian.

 

Adele berbalik dan menatap tentara yang telah menyerang anak tadi. Tentara itu masih berada di tanah.


“Kau, aku paham kalau kau hanya ingin memenuhi tugasmu, tapi kau melakukannya dengan bodoh dan kasar. Darah yang kau tumpahkan akan berada di tangan putri! Apa kau ingin sebuah rumor bahwa tuan putri ketiga adalah seorang tirani yang membunuh seorang anak hanya karena dia menghalangi kereta kudanya? Dapatkah kau hidup sambil menanggung beban itu?”

 

Mendengar itu, prajurit tadi terkejut dengan konsekuensi dari apa yang hampir saja dia lakukan.

 

“Dan sekarang, aku harus kembali,” kata Adele. “Tapi ada satu hal yang harus kalian ketahui sebelum aku pergi! Wadah ini tidak tahu apa-apa tentangku, jadi kalian jangan pernah membicarakan ini di depannya. Paham ?! kalian juga tidak boleh membicarakan ini pada siapa pun!”

 

Semua orang, kerumunan dan tentara, menatap Adele dengan tajam.

 

Mereka mengangguk dengan tegas, wajah mereka pucat.

 

“D-dewiku, aku memiliki sebuah permintaan!” kata kepala penjaga.

 

“Dan apa itu?”

 

“Setidaknya, perbolehkan kami mengatakan ini kepada raja...”

  

Untuk sesaat, Adele merenungkan permintaan ini, lalu mengangguk dengan perlahan.

 

Dengan banyaknya tentara yang hadir, tidak masuk akal untuk tidak menceritakan hal ini kepada raja.

 

“Baiklah. Akan tetapi, hanya raja yang diperbolehkan mendengar ini, tidak boleh satu bangsawan pun mengetahuinya.”

 

“Y-ya. Baiklah, kami pasti akan melakukannya.”

 

Sesaat kemudian, ide cemerlang muncul di kepala Adele.

 

Dia berbalik ke kepala penjaga, membuat wajah bermasalah.

 

“Hmm, gadis ini—wadahku. Dia terlihat miskin dan agak kekurangan gizi. Maukah kau memberikan sebagian uangmu untuknya? Kau bisa menamainya ‘penghargaan atas keberanian’ atau apalah.”

 

“Ah! Baik, tentu saja, yang mulia!”

 

Kepala penjaga menjawabnya dengan segera. Dia tidak bisa menolak.

 

Sempurna, pikir Adele. Uang si kapten akan berguna rencana kaburnya nanti. Sekarang, untuk menyelesaikan sandiwara ini!


Tetap memakai wajah menyeramkannya, Adele mengipasi anak tadi.

 

“Cahaya penyembuhan, sembuhkanlah luka-lukanya!”

 

Seluruh tubuh anak itu tertutupi partikel cahaya—meskipun ini hanya untuk pertunjukan, karena tubuh anak itu telah terobati sebelumnya.

 

Setelah cahaya dan sayapnya menghilang, Adele kembali ke posisinya seperti awal.

 

“Hmm, baiklah, sepertinya ini akhirnya. Sekarang, kalian semua harus menepati janji kalian!”

 

Melihat untuk sekali lagi ke arah tentara dan kerumunan yang mengangguk, Adele menutup matanya, lalu membuka matanya kembali, dan berkedip beberapa kali karena syok.

 

“H-huh? Apa? Aku tidak terluka? Apa yang terjadi dengan tentara bertombak?”

 

Adele melihat sekitar saat dia berbicara.

 

Tampaknya, kemampuan aktingnya telah meningkat setahun terakhir.

 

“Mmm... Huh? Siapa Anda, nona?”


Anak tadi akhirnya bangun. Berkat sihir penyembuhan, anak itu tidak terlihat kesakitan.

 

Kerumunan yang melihat semuanya bergumam satu sama lain, namun tidak ada yang mau mengatakan sesuatu yang berisiko.

 

Kepala penjaga angkat bicara memanggil Adele. “U-um... Tidak, uh, kau yang di sana! Gadis kecil!”

 

“Hmm? Maksudmu aku?” Adele menggenggam tangannya di bawah dagunya dengan mencolok, matanya melebar.

 

Setidaknya, kali ini, ekspresinya terlihat palsu.

 

“Y-ya. Aku kagum dengan aksimu berdiri melindungi anak itu dari bawahanku. Itu hal yang sangat berani, dan aku ingin memberikanmu ini sebagai hadiah.”

 

Kepala penjaga itu mengambil sekantung uang dari saku bajunya.

 

Yes! Ini semua berjalan sesuai dengan rencananya.

 

Adele berusaha keras untuk menutupi seringainya saat kepala penjaga itu memberikan kantung uangnya.

 

Adele terkejut dengan berat kantung itu.

 

Sesaat kemudian, Adele menyadari semua orang menatapnya—dan juga anak laki-laki miskin itu.

 

Bagaimanapun kau melihatnya, anak itu terlihat lebih miskin dari Adele, yang mengenakan seragam akademi.

 

Apa yang akan terjadi jika dia mengambil uang itu dan pergi begitu saja?

 

Masalah lagi.

 

“K-kau, ambil ini!”

 

“Huh?”

 

“Ksatria di sana—dia berkata itu adalah tanda permintaan maaf, karena telah menakutimu!”

 

“Benarkah? Terima kasih!”

 

Adele mengeluh dalam hati. Hilanglah kesempatannya untuk lepas dari kemiskinan.

 

Namun, Adele tetap memberikan uang itu ke anak tadi. Tangannya sedikit bergetar.

 

Melihat ini, kepala penjaga merinding.

 

Mukanya menjadi pucat, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan untuk menghentikannya. Dia tidak dapat melanggar aturan yang diberikan dewi tadi untuk tidak mengatakan apa-apa tentangnya.

 

Tiba-tiba, sebuah suara muncul untuk menyelamatkan si kepala penjaga, yang keringatnya sekarang mengucur.

 

“Persilakan saya, sebagai wakil kepala, untuk menghadiahkan gadis kecil pemberani ini atas nama kepala penjaga.”

 

Syukurlah! Pikir kepala penjaga itu dan mengingatkan dirinya untuk berterima kasih kepada wakilnya. Dia dapat melihat hidupnya terselamatkan tepat di depan matanya.

 

Adele sama leganya. Untungnya aku! Sekarang aku pasti bisa menabung cukup uang untukku kabur nanti!

 

Demi menyelamatkan nyawa seorang anak, Adele secara refleks telah menciptakan penghalang dengan jenis yang belum pernah terlihat sebelumnya. Selain itu, Adele telah berpura-pura menjadi dewi, mengelabui sekelompok tentara, dan memaksa semua orang untuk berpura-pura tidak ada yang terjadi.

 

Dan berkat kejadian tidak terduga ini, Adele bahkan menerima sejumlah uang tambahan. Adele dipenuhi dengan kegembiraan.

 

Tapi Adele sangat naif, dan kurang pengalaman. Dia tidak tahu apa-apa tentang liciknya manusia.

 

Kelemahan itu menyebabkan pertahanannya sangat terbuka.

 

***

 

Sore hari setelah kejadian.

 

Di dalam istana raja, tiga orang sedang melakukan diskusi.

 

Mereka adalah sang raja, kepala penjaga yang bernama Bergl, dan tuan putri, Morena.

 

“Apakah ini semua benar?”

 

“Saya tidak akan pernah berpikir untuk membohongi Anda.”

 

“Ayahanda harus mempercayainya!”


“Hmm...”

 

Sang raja berpikir untuk waktu yang lama, lalu membuat sebuah keputusan.

 

“Baiklah, bawa gadis itu ke istana.”

 

“Ayahanda!”

 

“Yang mulia, kita tidak boleh melakukannya!”

 

Saat Bergl dan Morena panik, sang raja menjawab dengan datar.

 

“Dengan begitu banyaknya saksi, kita tidak mungkin dapat menutupi kejadian itu. Kita tidak dapat berpikir bahwa orang sepenting itu akan bebas begitu saja. Meskipun mungkin saja suatu hari nanti dia akan tertarik dengan bangsawan atau pemimpin dari negara lain, untuk sekarang, bukannya lebih baik bagi kita untuk memenangkan hati seorang dewi?”

 

“Kita bisa mengatakan kalau kita hanya ingin berterima kasih untuk gadis yang telah melindungi seorang anak dengan tubuhnya, yang secara tidak langsung telah menyelamatkan citra putri ketiga. Apakah ada yang salah dengan itu? Bukannya itu adalah sesuatu yang wajar bagi seorang raja dan seorang ayah?”

 

“Ah...”

 

“Morena, kamu harus berterima kasih kepada orang yang telah melindungimu. Kamu harus berteman dengannya, apa pun yang terjadi.”


“T-tentu saja, dengan senang hati. Hanya ini yang dapat kuharapkan...”

 

“Baiklah. Bergl, karena kau mengetahui wajah gadis itu, aku akan menugaskanmu untuk mencari anak itu. Mulailah pencarian sekarang!”

 

“Ya, pak!”

 

***

 

Pencariannya berakhir baik.

 

Adele mengenakan seragamnya saat itu, dan para penjaga sangat familier dengan seragam dari kedua akademi. Terlebih lagi, rambut silver Adele yang mencolok membuatnya sangat mudah untuk diingat, menemukannya sangat mudah.

 

Langsung, Kepala Penjaga Bergl menemui kepala Akademi Eckland dan mendeskripsikan penampilan Adele.

 

Tidak mungkin bagi seorang kepala akademi untuk membohongi seorang ksatria kerajaan, yang diperintah langsung oleh sang raja. Tentunya, dia mengabaikan perintah ayahnya Adele dan memberitahu nama lengkap dan statusnya.

 

Kepala akademi melakukan itu tanpa maksud buruk, karena dia berpikir kalau itu akan memberi kesempatan yang lebih baik bagi Adele. Dia percaya kalau apa yang dia lakukan akan memperbaiki hidup Adele.


Setelah itu, Bergl melaporkan hasil investigasinya kepada raja. Tak lama kemudian, putri muda dari Viscount Ascham mendapat pesan undangan ke istana.

 

***

 

“...Jadi begitulah, sang Raja ingin menyampaikan undangan kepada yang mulia putri Viscount Ascham ke istananya. Ini suratnya.”

 

Utusan itu, seorang Viscount, menyerahkan amplop undangan. Adele menatap undangan itu, tangannya di kepala.

 

Bagaimana ini bisa terjadi?

 

Bahkan dengan perintah dewi, mustahil bagi orang sebanyak itu mampu menyimpan rahasia—atau berpikir bahwa raja dan para bangsawan tidak akan mengganggu anak yang menjadi perwujudan dewi itu. Namun ini tidak terlintas dalam pikiran Adele, yang dengan naifnya berpikir kalau dia akan dapat melanjutkan hidup normal dan damainya. Itu semua berubah saat seorang guru memanggilnya di tengah pelajaran sore, meninggalkannya berdua dengan si pembawa pesan.

 

Jika aku tidak melakukan sesuatu, mereka mungkin akan menahanku di sini. Atau lebih buruk lagi—mereka mungkin akan meneliti dan membedahku? Tidak ada dewi yang akan muncul dari perutku!

 

Apa yang harus kulakukan apa yang harus kulakukan apa yang harus kulakukan?


Berpikir


!


Bekerja, otak bodoh!

 

Tiba-tiba, sesuatu menarik perhatiannya.

 

Penyampai pesan ini tidak ada dalam kejadian kemarin, dan tentara yang mengetahui kejadian kemarin juga tidak ada.

 

Terlebih lagi, penyampai pesan ini tidak mengatakan apa pun tentang kejadian itu. Dia hanya menyampaikan kalau Adele diundang sebagai “orang yang telah membantu tuan putri ketiga.”

 

Meskipun penyampai pesan ini tidak mengatakan apa-apa soal dewi di tubuh Adele, tetap saja mungkin baginya untuk mengetahui itu. Namun, melihat dari sikapnya, sepertinya dia tidak tahu apa-apa.

 

Dia tidak menanyakan Adele apa pun soal dewi atau kejadian kemarin. Dia tidak tahu apa-apa! Adele menyadari. Dia seharusnya tidak tahu tentang penampilanku.

 

Berkat itu, Adele mendapat sebuah jalan keluar. Sekarang waktunya untuk mengetes kemampuan akting nya!

 

“Hmm? Aku harus menyampaikan pesan ini ke Nona muda Ascham?” tanya Adele.


“Huh?”

 

Penyampai pesan itu terkaget dengan balasan Adele.

 

“Apa yang kutanyakan adalah, apakah Anda ingin aku menyampaikan pesan ini kepada Nona muda Ascham, yang bersekolah di Akademi Ardleigh?”

 

“Apa? Huh?”

 

Adele lanjut menekan penyampai pesan kebingungan itu. “Yang mulia Nona muda Ascham bersekolah di Akademi Ardleighdi sisi lain kota. Keluarga Ascham memberikanku uang agar aku bisa bersekolah di sini, tapi aku tidak dapat membawa nama keluarga Ascham. Jika aku melakukannya, mungkin aku akan dibunuh! Seseorang mungkin telah membuat kesalahan.”

 

“A-apa?!”

 

“Kumohon jangan mengatakan ini pada siapa pun, aku akan mendapat masalah besar jika aku membuat marah sang Viscount dan kehilangan bantuanku.”

 

“A-aku paham! Jangan khawatir, aku tidak akan mengatakannya pada siapa pun. Aku benar-benar minta maaf...”

 

Dengan itu, si penyampai pesan dengan cepat berangkat, menuju ke Akademi Ardleigh.


Undangan itu untuk besok pagi, pikir Adele.

 

Sepertinya ini akhirnya...

 

Ini adalah saat baginya untuk pergi.

 

Saat Adele kembali ke kelas, dia dikerumuni oleh teman sekelasnya yang penasaran. Adele telah membuat keributan dengan dipanggil di tengah pelajaran, namun Adele menghentikannya hanya dengan sebuah penjelasan.

 

“Mereka salah orang.”

 

Marcela dan teman-temannya tetap terlihat khawatir, namun mereka menjadi tenang setelah mendengar bisikan Adele, “Mereka mencari saudari tiriku.”

 

***

 

Saat kembali ke asramanya, Adele memulai persiapan.

 

Pertama, dia harus menulis surat.

 

Satu untuk ketiga temannya, satu untuk seluruh teman sekelasnya, satu untuk ibu asrama, dan satu untuk Aaron, si pemilik toko roti. Di setiap surat, Adele meminta maaf karena pergi tiba-tiba, mengucapkan rasa terima kasihnya selama ini, dan menjelaskan, karena sebuah masalah, Adele harus berhenti sekolah.

 

Setengah jalan, Adele berhenti untuk makan malam, dan saat dia menyelesaikannya, hari sudah larut malam.

 

Dan sekarang, langkah selanjutnya... setidaknya aku tidak punya banyak barang yang harus di bawa.

 

Dalam setahun lebih terakhir, Adele tidak menambah barang apa-apa. baju gantinya disimpan dalam kotak inventory. Kamar Adele sama kosongnya seperti biasa.

 

Setelah memikirkan sejenak, Adele memutuskan untuk membawa baju seragamnya. Baju-baju itu sudah cukup usang, jadi daripada diteruskan ke murid selanjutnya, mereka lebih mungkin akan dibuang. Adele berpikir sepertinya akan baik-baik saja jika dia menyimpannya.

 

Terlebih lagi, jika Adele tidak menyimpannya, Adele tidak akan punya baju untuk dipakai. Karena Adele telah tumbuh setahun terakhir, semua baju yang dia bawa saat masuk akademi sudah tidak muat.

 

Adele meletakkan suratnya di meja dan meminjam satu selimut dari kasur, yang dia masukkan ke kotak inventory. Lalu, Adele melihat ke sekeliling kamar.

 

Kamar itu kosong. Sangat kosong.

 

“Selamat tinggal!”

 

Adele mengucapkan salam perpisahan, namun tiba-tiba, dia mengingat sesuatu, dan mengambil piring dengan tulang di atasnya.

 

Kucing tidak terlalu menyukai orang yang mengelusnya terlalu sering, jadi Adele, yang hanya mengelusnya saat diminta, merupakan kawan yang sempurnya. Kucing itu sering datang, dan Adele juga mengizinkannya untuk tidur di kasurnya semau kucing itu.

 

Namun, dalam hal makanan, Adele hanya dapat menyediakan tulang untuknya, yang menyebabkan kucing itu kurang senang. Tidak terlalu lama Adele menyadari kalau kucing itu juga datang ke kamar lain untuk makanan.

 

Namun, untuk suatu alasan, kucing itu tidak pernah datang ke asrama laki-laki...

 

“Kau awalnya adalah kucing liar, jadi aku yakin kau akan baik-baik saja,” bisik Adele. “Selain itu, saat anak lain mengatakan nama kucing yang dia peliharaBlackie, Goldeneye, Crooktail, Pemakan Jangkrikaku tahu kalau mereka mengacu padamu!” Adele mengangguk pada dirinya sendiri, lalu berkata, “Sekarang sudah selesai, saatnya aku untuk pergi!”

 

***

 

Keesokan paginya, Adele tidak menghadiri kelas di pagi hari, dan gurunya yang khawatir meminta guru lain untuk mengecek kamar Adele, hanya untuk menemukan kamar yang kosong dan empat lembar surat di mejanya. Segera, kepanikan menyebar.


Meskipun Adele selalu berharap untuk menjadi biasa saja, bagaimanapun kau melihatnya, Adele merupakan murid yang luar biasa, disukai oleh para guru dan murid.

 

Namun saat mereka membuka suratnya, mereka menemukan kalau Adele pergi atas keinginannya sendiri. Terlebih lagi, karena Adele telah menyatakan mengundurkan dirinya dari akademi, akademi tidak punya alasan lagi untuk mencarinya. Yang bisa mereka lakukan hanyalah menghubungi walinya.

 

“Apa maksudnya ini?!” Kelvin bertanya saat dia mengetahui ini, ekspresinya kacau.

 

“Maksud apa?” tanya Marcela, yang tampak tidak senang.

 

“Kau tahu apa yang sedang kukatakan! Adele! Ke mana dia pergi?! Kenapa dia pergi?!”

 

Kelvin tidak sabaran seperti biasanya, namun Marcela tahu, tidak seperti sebelumnya, amarah Kelvin berasal dari perhatian tulusnya kepada Adele, jadi dia tidak punya pilihan selain menjawabnya.

 

Surat yang ditujukan untuk teman sekelasnya hanya berisi permintaan maaf karena tidak mengucapkan selamat tinggal dan ucapan terima kasih atas semuanya. Tanpa penjelasan lebih lanjut, wajar baginya untuk mendatangi Marcela dan teman-temannya, yang menerima surat mereka sendiri.

 

“Masalah keluarga. Konflik suksesi. Itu hal yang lazim dalam keluarga bangsawan.”


“Dia bukan pewarisnya?”

 

“Tidak, Adele adalah pewaris sahnya. Mereka ingin membuatnya menghilang, jadi dia menghilang lebih dulu.”

 

“Ap...”

 

Kelvin kehilangan kata-kata, namun Marcela hanya menghela napas.

 

“Apa yang sebenarnya kau khawatirkan? Tentang apakah dia akan dapat bertahan hidup di sana? Kau harusnya senang karena dia dapat hidup bebas, tanpa terbebani oleh keluarganya yang mengganggu. Hanya apa yang telah kau lihat darinya selama ini?”

 

“Aku hanya... aku belum meminta maaf, atau berterima kasih kepadanya...”

 

“Dia selalu berkata kalau dia ingin ‘hidup dengan normal,’ namun apa kau benar-benar berpikir kalau itu mungkin untuknya?” kata Marcela. “entah bagaimana caranya, dia akan tergelincir ke tengah-tengah panggung. Bukannya lebih baik bagimu untuk terus berlatih sampai kau menjadi seorang pria yang dapat membanggakan dirinya di depannya, jika waktu itu terjadi?”

 

“.........”

 

Saat Kelvin pergi sambil terdiam, Marcela menatapnya dengan tatapan lembut.


Melihat ini, para anak laki-laki mulai berbisik satu sama lain.

 

“Marcela... dia gadis yang baik, bukan?”

 

Semua anak laki-laki mengangguk tanda setuju.

 

***

 

Di ruangan pertemuan istana, sang raja, putri ketiga Morena, dan sejumlah bangsawan berkumpul. Segala urusan lain telah ditunda, hanya menyisakan perkara gadis ini. Morena duduk di samping sang raja, menunggu pertemuan dimulai.

 

Mulanya, dia berpikir kalau mereka akan bertemu secara pribadi, tapi gadis ini akan menjadi kenalan pentingnya. Karena itu, diputuskan bahwa mereka akan menunggu sampai akhir pertemuan harian, lalu membawa gadis itu keluar, jadi semua orang dapat melihat putri bersamanya.

 

“Mempersilakan Viscount Ascham dan yang terhormat Non muda Ascham!”

 

Pada pengumuman pewarta, Viscount dan putrinya Prissy, berjalan menuju ruang pertemuan. Mereka menuju ke depan, berlutut dengan satu kaki di depan singgasana dengan kepala tertunduk.

 

Mereka berdua terlihat sangat gembira.

 

Kemarin, seorang utusan dari istana datang secara tiba-tiba dan berkata kepada mereka, “Tuan putri ketiga menyambut yang mulia Nona muda Ascham secara tulus di istana kerajaan, sehingga mereka berdua dapat berteman, jika itu dapat menyenangkannya.”

 

Berteman dengan sang putri!

 

Memiliki teman dari dalam istana meruapakan koneksi yang sangat berharga, dan sang putri sendiri memiliki koneksi ke para pangeran dan bahkan sang raja. Besar kemungkinannya Prissy akan menarik perhatian salah satu pangeran.

 

Prissy tidak mengetahui alasan dibalik undangan ini, namun sepertinya pangeran keempat, yang masuk akademi tahun ini, telah tertarik padanya...

 

Dengan kemungkinan-kemungkinan itu, khayalan Prissy berkembang pesat, begitu juga ayahnya.

 

“Tunjukkan wajah kalian.”

 

Mengikuti perintah sang raja, Viscount dan Prissy mengangkat kepalanya, mata mereka berkilau.

 

Sang raja menatap ke arah tuan putri ketiga, Morena.

 

Namun, Morena hanya menatap kosong, tidak berbicara.


“Hm? Ada apa?”

 

“Ah, umm... siapa mereka berdua ini?”

 

“Apa? Bukankah dia adalah Nona Ascham?”

 

“Aku tidak tahu siapa mereka...”

 

Mendengar obrolan sang raja dan tuan putri, orang-orang di sana mulai berbisik satu sama lain. Sepertinya ada kesalahan yang terjadi. Viscount dan putrinya, tidak memahami situasi, tercengang.

 

“Di mana Bergl?” tanya sang raja.

 

Seorang pengawal kerajaan menjawab, terlihat bermasalah. “Ah, umm, dia pergi ke ruang tamu belum lama ini lalu pergi dengan terburu-buru.”

 

Sebuah suara muncul dari tengah-tengah hadirin. “Yang mulia, bolehkah saya berbicara...?”

 

“Hm? Oh, Count Bornham. Baiklah, kau kuizinkan.” Mungkin orang ini tahu sesuatu. Sang raja memerintahkannya untuk berdiri.

 

“Terima kasih banyak!” kata Count Bornham, yang lalu berbalik ke arah Prissy, sang Nona muda Ascham, dan bertanya, “Nona muda, di mana ibundamu sekarang?”

 

“Ibunda? Dia sedang tidak ada di kediaman Ascham di ibukota sekarang...”

 

“Hmm... Kalau begitu, rambut emasmu yang indah itu—saya kira itu berasal darinya?”

 

“Y-ya, itu benar...” Prissy menjawab, tanpa memahami alasan kenapa dia ditanyai seperti itu.

 

Count Bornham sekarang berbalik dan menghadap ke arah raja.

 

“Istri saya adalah teman dekat Nyonya Ascham selama berada di Akademi Ardleigh. Dua belas tahun yang lalu, kami mendapat kabar kalau Nyonya Ascham telah melahirkan seorang bayi, dan saya beserta istri saya datang ke kediaman Ascham.

 

“Bayi yang kami lihat saat itu mempunyai rambut silver yang menawan, yang dia warisi dari ibunya... Namun, Nyonya Ascham kehilangan nyawanya tiga tahun lalu dalam sebuah insiden. Hal yang aneh sedang terjadi di sini...”

 

“Anak itu tidak ada hubungannya dengan kami!” Prissy tiba-tiba meledak. “Dia hanyalah anak istri pertamanya! Kami keluarga Ascham tidak membutuhkannya! Jadi kami mengusirnya dan melarangnya menggunakan nama keluarga! Dia—”


Viscount Ascham dengan panik menutup mulut Prissy dengan tangannya, namun itu semua telah terlambat.

 

Count Bornham melanjutkan dengan santai. “Seorang ayah memiliki hak untuk membesarkan putrinya sendiri, namun, dalam kasus ini, terdapat sedikit masalah dengan situasinya.”

 

“Seperti yang saya katakan sebelumnya, istri saya merupakan teman dekat Nyonya Ascham selama di Akademi Ardleigh. Jadi, Viscount sekarang hanya menikahi anggota keluarga Ascham. Darah Ascham tidak mengalir dalam Viscount ini maupun anak ini, namun mengalir di dalam tubuh putri dari istri pertamanya, yang sekarang terusir.”

 

“Perampas!”

 

“Dia memutus garis keturunan keluarga! Itu hal paling buruk yang dapat dilakukan bangsawan!”

 

“Kejahatan yang harus mendapat hukuman terberat!”

 

Satu persatu suara muncul dari para hadirin, sekarang dengan amarah.

 

Viscount Ascham membeku, wajahnya pucat pasi.

 

“Apa pembelaanmu, Viscount Ascham?” Kata sang raja dengan tegas. Semua orang mulai diam, menunggu pengakuan si viscount.


Namun, Viscount Ascham tetap diam, tidak membuat gerakan untuk membalas.

 

Setelah beberapa saat hening, pintu ruang pertemuan terbuka, dan seorang penjaga muncul dari sana.

 

“Oh, Bergl! Dari mana saja kau?” tanya sang raja.

 

Bergl mengeluarkan amplop dari saku bajunya.

 

“Jadi, saat saya memeriksa ruang tunggu tempat gadis itu berada, aku melihat seorang gadis yang tidak kukenal berdiri di sana. Berpikir ada sesuatu yang salah, saya buru-buru pergi ke akademi tempatnya bersekolah. Namun, sepertinya gadis itu telah meninggalkan akademi tanpa ada yang tahu tujuannya, dan hanya meninggalkan empat buah surat...”

 

“Seperti yang diduga, tiga dari surat itu ditujukan untuk guru, teman-temannya dan kenalannya. Namun ada satu surat yang ditujukan untuk tiga orang gadis yang dekat dengannya, yang mempunyai beberapa petunjuk tentang situasi ini. Mereka bertiga bersedia meminjamkan saya surat itu asal saya mengembalikannya lagi, berpikir itu akan membantu kawan mereka.”

 

“Katakan padaku apa isinya,” perintah sang raja. Bergl melihat surat di tangannya.

 

“Baik, yang mulia. Singkatnya, dia dipanggil dengan nama keluarganya, untuk datang ke istana ini, meskipun dia telah dilarang untuk menggunakannya. Jika dia melakukannya, jelasnya, dia akan dibunuh, seperti ibu dan kakeknya. Dia memutuskan untuk kabur namun memberitahu teman-temannya untuk tidak perlu khawatir. Dia berencana untuk hidup sederhana di suatu tempat. Sekian.”

 

Sang raja menggeram. “Dibunuh seperti ibu dan kakeknya, kau bilang?”

 

Sekarang, Count Bornham menjawab.

 

“Viscount Ascham sebelumnya beserta putrinya diserang dan terbunuh oleh bandit. Namun, serangan bandit ini adalah yang pertama kalinya dalam sekian tahun. Jadi, kita harus memikirkannya, apakah kemungkinan serangan bandit ini jatuh pada satu kesempatan di mana rombongan mereka tidak membawa sepasang suami-istri, tetapi seorang Viscount tua dan putrinya...?”

 

“Istri saya selalu curiga akan hal ini, namun saya tidak ingin menuduh seseorang tanpa bukti. Saya telah menutup mulut selama ini...”

 

Wajah Viscount Ascham melampaui pucat dan sekarang benar-benar putih.

 

“Lemparkan mereka berdua ke dalam penjara bawah tanah sekarang juga!” perintah sang raja. “Kirimkan agen yang dibutuhkan ke kediaman Viscount dan tangkap istrinya. Lakukan penyelidikan kepada semua orang yang berhubungan dengan pembunuhan ini. Anggap semua orang yang pura-pura tidak melihat dan menerima suap sebagai pelaku.

 

“Sampai pewaris sah cukup umur untuk memimpin, wilayah Ascham akan diambil alih oleh Kerajaan.”

 

“Sekarang, Bergl, kau harus menemukannya. Dia hanya seorang gadis muda, jadi dia pasti tidak akan pergi terlalu jauh dalam setengah hari. Itu seharusnya akan mudah. Gunakan sebanyak orang yang kau butuhkan. Kau harus melindunginya dan memperlakukannya dengan baik.”

 

“Semuanya, bubar!”

 

Dengan keputusan raja, semua pihak yang diperintahkan keluar dari ruangan.

 

Para bangsawan yang hadir sedikit terkejut, karena sang raja tidak pernah terlihat membuat keputusan yang terburu-buru. Namun, mereka paham kalau bahkan seorang raja yang rendah hati akan membuat keputusan cepat jika dibutuhkan, dan mereka dengan patuh menerima tugas yang diberikan.

 

Namun, tidak ada yang tahu tentang amarah yang membara dalam hati sang raja...

 

Setelah para bangsawan yang tersisa meninggalkan ruangan, sang putri ketiga angkat bicara.

 

“Ayahanda,” tanya Morena. “Gadis yang hilang itu...”

 

“Jangan katakan.”

 

Sang raja memegang kepalanya.


Bergl harus menemukannya, secepat mungkin.


Chapter 5, End

Komentar